SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT MAZHAB AL GHAZALI DAN IBNU TAIMIYAH


SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM MENURUT MAZHAB
 AL GHAZALI DAN IBNU TAIMIYAH

·         1. Riwayat Hidup Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Tusi Al-Ghazali lahir di Tus, sebuah kota kecil di Khurasan, Iran, pada tahun 450 H (1058 M). Sejak kecil, Imam Ghazali hidup dalam dunia tasawuf. Ia tumbuh dan berkambang dalam asuhan seorang sufi, setelah ayahnya yang juga seorang sufi meninggal dunia. Sejak muda , Al-Ghazali sangat antusias terhadap ilmu pengetahuan. Ia pertama-tama belajar bahasa arab dan fiqih di kota Tus, kemudian pergi kekota Jurjan untuk belajar dasar-dasar Usul fiqih. Setelah kembali kekota Tus selama beberapa waktu, ia pergi ke Naisabur untuk melanjutkan rihlah ilmiahnya. Dikota ini, Al-Ghazali belajar kepada Al-Haramain Abu Al- Maali Al-Juwaini, sampai yang terakhir ini wafat pada tahun 478 H (1085 M). Oleh karena itu, pada tahun 488 H (1095 M), Al-Ghazali meninggalkan Baghdad dan pergi menuju ke Syira untuk merenung, membaca, dan menulis selama kurang lebih 2 tahun. Kemudian ia pindah ke Palestina untuk melakukan aktivitas yang sama dengan mengambil tempat Baitul Maqdis. Al-Ghazali memilih tempat kota ini sebagai tempat menghabiskan waktu dan energinya untuk menyebarkan ilmu pengetahuan, hingga meninggal dunia pada pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H atau 19 Desember 1111 M.
·          2. Karya-karya Al-Ghazali meurpakan sosok ilmuwan dan penulis yang sangat produktif. Berbagai tulisanya telah banyak menarik perhatian dunia, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim. AL-Ghazali, diperkirakan telah menghasilkan 300 buah karya tilis yang meliputi berbagai disiplin ilmu,seperti logika, filsafat, moral, tafsir, fiqih, ilimu- ilmu Alquran, tasawuf, politik, administrasi, dan prilaku ekonomi. Namun demikian, yang ada hingga kini hanya 84 buah. Di antaranya adalah Ihya Ulum al-Din, al- Munqidz min al-Dhalal, Tahafut al- Falasifah, Minhaj Al-Abidin, al- Mustashfa min Ilm al-Ushul, Mizan Al-Amal, Misykat al-Anwar, Kimia al-Saadah, al-Wajiz, Syifa al-Ghalil, dan al-Tibr al-Masbuk fi Nasihat al- Muluk.
·         3. Pemikiran Ekonomi Seperti halnya peran cendekiawan Muslim terdahulu, perhatian Al-Ghazali terhadap kehidupan masyarakat tidak terfokus pada satu bidang tertentu, tetapi meliputi seluruh aspek kehidupan manusia seluruhnya. Berkaitan dengan hal ini, al-Ghazali memfokuskan seluruh perhatianya pada perilaku individu yang dibahasnya menurut perspektif Alquran, sunah, fatwa-fatwa, sahabat dan tabiin, serta petuah- petuah para sufi terkemuka masa sebelumnya, seperti Junaid Al- Baghdadi, Dzun Nun Al-Mishri, dan Harits bin Asad Al-Muhasibi. Al-Ghazali mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hierarki utilitas individu dan sosial yang tripartite, yakni kebutuhan, kesenangan atau kenyamanan, dan kemewahan. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan terhadap makanan, pakaian, dan perumahan. Pemikiran ekonomi Al-Ghazali setidaknya mencakup konsep dasar tentang perilaku individu sebagai economic agent, konsep tentang harta, konsep kesejahteraan sosial (maslahah), market evolution, demand dan supply, harga dan keuntungan, nilai dan etika pasar, aktivitas produksi dan hirarkinya, sistem barter dan fungsi uang, dan fungsi negara dalam sebuah perekonomian. Pemikran Ekonomi Al- Ghazali adalah:
·         A. Pertukaran Sukarela dan Evolusi Pasar Al-Ghazali menyuguhkan pembahasan terperinci tentang peranan dan signifikasi aktivitas perdagangan yang dilakukan dengan sukarela serta proses timbulnya pasar yang berdasarkan kekuatan permintaan dan penawaran untuk menentukan harga dan laba.
·          B. Aktivitas Produksi Dalam pemikiran mengenai aktivitas produksi, Al Ghazali membagi aktivitas produksi ke dalam tiga bagian.
·         C. Barter dan Evolusi Uang Secara umum, Al Ghazali menjelaskan secara komprehensif mengenai permasalahan dalam barter. Beberapa permasalahan barter menurutnya adalah:
·          1) kurang memiliki angka penyebut yang sama.
·          2) Barang tidak dapat dibagi-bagi.
·          3) Keharusan adanya dua keinginan yang sama Abu Hamid al-Ghazali, tokoh yang lebih dikenal sebagai sufi dan filosof serta pengkritik filsafat terkemuka ini melihat bahwa perkembangan ekonomi bertolak dari hakikat dunia terdiri dari 3 unsur yaitu materi, manusia dan pembagunan.

·         PEMIKIRAN EKONOMI IBNU TAIMIYAH (661 728 H/1263 1328 M)
1. Riwayat Hidup Ibnu Taimiyah yang bernama langkap Taqiyuddin Ahmad bin Abdul Halim lahir di kota Harran pada tanggal 22 Januari 1263 M (10 Rabiul Awwal 661 H). Ia berasal dari keluarga yang berpendidikan tinggi. Ayah, paman dan kakeknya merupakan ulama besar Mazhab Hanbali dan penulis sejumlah buku. Berkat kecerdasan dan kejeniusanya, Ibnu Taimiyah yang masih berusia sangat muda telah mampu menamatkan sejumlah mata pelajaran, seperti tafsir, hadis, fiqih, matematika, dan filsafat serta berhasil menjadi yang terbaik diantara teman-teman seperguruanya. Kehidupan Ibnu Taimiyah tidak hanya terbatas pada dunia buku dan kata-kata. Ketika kondisi menginginkanya, tanpa ragu-ragu ia turut serta dalam dunia politik dan urusan publik. Penghormatanya begitu besar yang diberikan kepada Ibnu Taimiyah membuat sebagian oarang menjadi iri dan berusaha untuk menjatuhkan dirinya.Sejarah mencatat bahwa sepanjang hidupnya, Ibnu Taimiyah telah menjalani masa tahanan sebanyak empat kali akibat fitnah yang dilontarkan para penentanganya. Selama dalam tahanan, Ibnu Taimiyah tidak pernah berhenti untuk mengajar dan menulis.Bahkan, ketika penguasa mencabut haknya untuk menulis dengan cara pena dan kertasnya, ia tetap menulis dengan menggunakan batu arang. Ibnu Taimiyah telah meninggal dunia didalam tahanan pada tanggal 26 September 1328 M (20 Dzul Qaidah 728 H) setelah mengalami perlakuan yang sangat kasar selama lima bulan.

2. Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah banyak diambil dari berbagai karya tulisnya, antara lain Majmu Fatawa Syaikh al-Islam, as-Siyasah asy-Syariyyah fi Ishlah ar-Rai wa ar-Raiyah dan al-Hisbah fi al-Islam. Ibnu Taymiyyah dalam kitabnya, al-Siyasat al-Syariyyah fi` Ishlah al-Raiy wa al-Raiyyah menegaskan tugas, fungsi dan peran pemerintah sebagai pelaksana amanat untuk kesejahteraan rakyat yang ia sebut ada al-amanat ila hliha. Pengelolaan negara serta sumber-sumber pendapatanya menjadi bagian dari seni oleh negara (al-siyasat l-syariyyah) pengertian al-siyasah al-dusturiyyah maupun al-siyasat al-maliyyah (politik hukum publik dan privat). Pemikiran Ekonomi Ibnu Taimiyah adalah:
a. Harga
b. Adil Mekanisme Pasar dan,
c. Regulasi Harga

3. Uang dan Kebijakan Moneter Secara khusus, Ibnu Taimiyah menyebutkan dua fungsi uang sebagai pengukur nilai dan media pertukaran bagi sejumlah barang yang berbeda. Ibnu Taimiyah juga menentang keras praktek perdagangan uang, karena itu mengalihkan fungsi uang dari fungsi yang sebenarnya. Ibnu Taimiyah juga menentang keras terjadinya penurunan nilai uang dan penetapan uang yang berlebihan. Pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa Ibnu Taimiyah memahami pemikiran tentang hubungan antara jumlah uang total volume transaksi dan tingkat harga. Ibnu Taimiyah juga meminta para penguasa untuk mencetak mata uang sesuai nilai riilnya agar kesejateraan masyarakat tetap terjamin karena nilai uang sesuai dengan nilai intrisiknya.
A. Fungsi Uang dan Perdagangan Uang Dalam hal uang, beliau menyatakan bahwa fungsi utama uang adalah sebagai alat pengukur nilai dan sebagai media untuk memperlancar pertukaran barang. Terdapat sejumlah alasan mengapa uang dalam Islam dianggap sebagai alat untuk melakukan transaksi, bukan diperlakukan sebagai komoditas yaitu :
1) Uang tidak mempunyai kepuasan intrinsik (intrinsic utility) yang dapat memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia secara langsung. Uang harus digunakan untuk membeli barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan. Sedangkan komoditi mempunyai kepuasan intrinsik, seperti rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai. Oleh karena itu uang tidak boleh diperdagangkan dalam Islam.
2) Komoditas mempunyai kualitas yang berbeda-beda, sementara uang tidak. Contohnya uang dengan nominal Rp.10.000,- yang kertasnya kumal nilainya sama dengan kertas yang bersih. Hal itu berbeda dengan harga mobil baru dan mobil bekas meskipun model dan tahun pembuatannya sama.
3) Komoditas akan menyertai secara fisik dalam transaksi jual beli. Misalnya kita akan memilih sepeda motor tertentu yang dijual di showroom. Sementara uang tidak mempunyai identitas khusus, kita dapat membeli mobil tersebut secara tunai maupun cek. Penjual tidak akan menanyakan bentuk uangnya seperti apa.
B. Implikasi Penerapan Lebih dari Satu Standar Mata Uang Setelah sadar akan kesalahan yang dilakukannya, Sultan Kitbugha menetapkan bahwa nilai Fulus ditentukan berdasarkan beratnya, dan bukan berdasarkan nilai nominalnya. Namun pencetakan Fulus dalam jumlah besar masih dilakukan oleh Sultan Dzahir Barquq dengan mengimpor tembaga dari negara-negara Eropa. Untuk mendapatkan tembaga saat itu memang sangat mudah dan murah. Di tengah penggunaan Fulus secara luas pada masyarakat, pada saat yang bersamaan penggunaan Dirham semakin sedikit dalam kegiatan transaksi. Dirham semakin menghilang dari peredaran dan inflasi semakin melambung yang ditandai dengan semakin meningkatnya harga-harga produk. Dampak pemberlakuan Fulus sebagai mata uang resmi adalah terjadinya kelaparan sebagai akibat inflasi keuangan yang mendorong naiknya harga. Persoalan kelaparan ini diungkapkan Al-Maqrizi dalam kitabnya Ightsatul Ummah bi Kayfi Al-Ghummah sebagai berikut: Ketahuilah, semoga Allah memberi taufiq kepadamu untuk mendengarkan kebenaran dan memberi ilham kepadamu nasehat makhluk, bahwa sudah jelas seperti yang telah lewat, rusaknya perkara adalah karena perencanaan yang buruk bukan karena naiknya harga-harga. Jikalau mereka yang dibebankan oleh Allah untuk mengatur perkara hamba mendapat taufiq lalu mengembalikan interaksi ekonomi kepada bentuk sebelumnya menggunakan emas saja dan mengembalikan harga- harga barang dan nilai pembayaran kepada dinar atau kepada apa yang terjadi setelah itu, yakni transaksi menggunakan perak yang dicetak, maka pada keadaan yang demikianlah pertolongan kepada umat, perbaikan persoalan-persoalan, dan kesadaran terhadap kerusakan yang sudah mencapai tahap kehancuran ini. Lebih jelas dari itu bahwa mata uang apabila dikembalikan pada bentuknya yang semula, dan orang yang mendapatkan uang dari pajak bumi, atau sewa bangunan, atau pegawai pemerintahan, atau pembayaran jasa, dia mendapatkannya dalam bentuk emas atau perak sesuai dengan apa dilihat oleh mereka yang mengurus persoalan public. Pada saat sekarang dengan beragamnya kondisi apabila diberlakukan emas dan perak, tentunya semua transaksi tidak ditemukan lagi penipuan sama sekali, karena semua harga yang berlaku diukur berdasarkan emas dan perak.

Comments

Popular posts from this blog

Pengambil Harga (Price Taker) Dan Penentu Harga (Price Maker)

makalah sektor pertanian daerah pedesaan

Biaya Sosial dan Permasalahannya dalam Pengelolaan SDA