perkembangan uang beredar di indonesia


PERKEMBANGAN UANG BEREDAR DI INDONESIA  (MONETER )

A.Latar Belakang
      Semenjak krisis ekonomi menghantam Indonesia pada pertengahan 1997, kinerja pasar modal ataupun pasar uang mengalami penurunan tajam sehingga banyak sekali investor yang mengalami kerugian dan bank-bank yang berada di Indonesia pun juga tidak luput terkena dampaknya oleh kondisi ini, sehingga banyak bank-bank yang bangkrut karena tidak bisa mengembalikan pinjaman atau utangnya dalam bentuk mata uang asing, karna nilai tukar mata uang rupiah sangat kecil karna terpaut 1$ = Rp16500 .Pemerintahan indonesia tersebut sangat kacau kala itu, sehingga untuk mencegah terjadinya krisis ekonomi yang lebih parah, banyak bank-bank yang disuntikan dana BLBI oleh pemerintah guna untuk menstabilkan perekonomian indonesia dan ada juga beberapa bank yang meleburkan diri untuk membentuk 1 bank agar tercegah dari kebangkrutan yang lebih parah lagi yaitu bank mandiri yang terbentuk dari peleburan 4 buah perusahaan perbankan yaitu merupakan gabungan dari Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Pembangunan Indonesia, Bank Ekspor Impor Indonesia. Pada saat itu bunga yang di keluarkan oleh kebijakan pemerintah adalah 68.76% per tahun, kebijakan ini dimaksudnya agar jumlah uang yang beredar semakin berkurang dan
merubah pola pikiran dari masyarakat atupun investor untuk agar lebih menyukai menabung daripada untuk mengkonsumsi suatu barang ataupun menginvestasikan dananya ke tempat lainnya. Kondisi ini tentu akan mempengaruhi investor untuk melakukan investasi di pasar modal khususnya saham, dan akan berdampak terhadap harga pasar saham di bursa. Selain itu krisis ekonomi juga menyebabkan variabel-variabel ekonomi, seperti suku bunga, inflasi,
nilai tukar maupun pertumbuhan ekonomi mengalami perubahan yang cukup tajam. Suku bunga meningkat sampai mencapai angka 68,76% pertahun pada tahun 1998, demikian juga inflasi mencapai angka 77% pertahun.(Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 1998).
         Dilanjutkan tahun 1998 yang merupakan awal runtuhnya perekonomian nasional Indonesia,yang diakibatkan krisis ekonomi yang melanda di indonesia dan ditandai dengan turunnya kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia yang mengakibatkan hampir
semua kegiatan ekonomi terganggu. Dampak lain dari menurunnya kepercayaan masyarakat berimbas sampai ke pasar modal terutama berdampak pada sektor finance yaitu perbankan. Harga-harga saham menurun secara tajam sehingga menimbulkan kerugian yang cukup besar bagi investor pada saat itu. Sehingga untuk mengurangi kerugian 


yang dilanda oleh investor maka Bapepam dengan cekatan memberhentikan perdagangan saham guna untuk melindungi investor dari kerugian yang lebih besar lagi. Dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yaitu menaikkan suku bunga maka secara angsur - berangsur perekonomian indonesia pulih dari krisis ekonominya dan akhirnya pertumbuhan perkonomian indonesia berkembang cukup signifikan. Pasar modal pun juga turut ikut adil dalam perkembangan ini seiring dengan tingkat pertumbuhan perekonomian indonesia.
       Bank bank di indonesia mulai menunjukkan eksistensinya dalam menggerakan perekonomian indonesia karena bank saat ini sangat dibutuhkan di dalam suatu perokonomian suatu negara untuk menstabilkan jumlah uang yang beredar di masyarakat karena bukannya hal yang mustahil jika uang yang beredar itu tidak bisa di kontrol maka kejadiaan tahun 1997-1998 bisa terulang kembali dan untuk mencegah hal itu sangat penting dari pemerintah untuk memberi tugas kepada Bank Indonesia untuk menjaga perekonomian indonesia dengan stabil dengan salah satu caranya adalah dengan meningkatkan atau menurunkan suku bunga indonesia (SBI) atau dengan menekankan pada kebijakan uang beredar tersebut. Perkembangan perekonomian dan sektor perbankan di indonesia cukup baik sampai akhirnya mulai mengalami kemunduran lagi pada sekitar tahun 20072008. Hal tersebut terjadi bukan semata-mata karena kesalahan pemerintah Indonesia dalam menentukan kebijakaannya akan tetapi, krisis ini disebabkan oleh krisis yang dialami oleh negara adidaya yaitu Amerika Serikat. Dengan adanya krisis yang melanda negara Amerika Serikat ini maka sacara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi negara-negara lainnya, karena banyak sekali perekonomian yang ada di amerika serikat ini berhubungan dengan negara-negara lainnya, sehingga perdagangan internasional pun jadi ikut terganggu. Lalu selain itu, negara eropa pun juga ikut-ikutan anjlok karena masih belum bisa untuk memperbaiki sektor perbankannya. Faktor penting terjadinya krisis keuangan Eropa adalah faktor krisis utang di negara Yunani. Krisis utang Eropa berasal dari Yunani, yang kemudian merembet ke Irlandia dan Portugal. Ketiga negara tersebut memiliki utang yang lebih besar dari pada GDP-nya, dan juga sempat mengalami defisit (pengeluaran negara lebih besar dari GDP). Krisis mulai terasa pada akhir tahun 2009 dan semakin seru dibicarakan pada pertengahan tahun 2010. Pada tanggal 2 Mei 2010, IMF akhirnya menyetujui paketbail out (pinjaman) sebesar €110 milyar untuk Yunani, €85 milyar untuk Irlandia dan €78 milyar untuk Portugal. Kemudian kekhawatiran akan terjadinya krisis pun berhenti sejenak. Efek dari krisis Eropa ini cukup berdampak kepada IHSG, yang ketika itu anjlok besar-besaran dari posisi 2,971 ke posisi 2,514.

B. Pengertian Uang Beredar
         Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) adalah jumlah uang beredar yang terdiri atas uang kartal dan uang giral.
M1= C+D

Dimana:
M1 = jumlah uang yang beredar dalam arti sempit
C = Uang kartal
D = uang giral atau cek
M2 = M1 + TD

Dimana:
M2 = jumlah uang beredar dalam arti luas
TD = deposito berjangka (time deposit)
Secara teknis, yang dihitung sebagai jumlah uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat. Uang yang berada di tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan logam (kuartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar. Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh dan berkembang, jumlah uang beredar juga bertambah, sedang komposisinya berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal makin sedikit, digantikan uang giral atau near money. Biasanya juga bila perekonomian makin meningkat, komposisi M1 dalam peredaran uang semakin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar. Variable indicator ekonomi lainnya yang turut mempengaruhi harga saham adalah nilai tukar mata uang rupiah terhadap dollar Amerika. Pada dasarnya nilai mata uang asing akan terus mengalami fluktuasi disetiap periode waktu tertentu. Hal ini tentu akan mempengaruhi kegiatan investasi di pasar modal Indonesia karna kita tahu bahwa investor yang paling banyak menanamkan modalnya di Indonesia adalah investor asing. Selain itu pasar modal merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu Negara.



C. PERKEMBANGAN UANG BEREDAR DI INDONESIA
Perekonomian Moneter Permulaan Kemerdekaan Indonesia (1945-1959)
Bangsa Indonesia merdeka pada tahun 1945, sedangkan suatu bangsa yang merdeka harus memiliki mata uang sendiri dalam system moneternya. Maka pada setahun berikutnya, tepat pada bulan oktober 1946 pemerintah Indonesia mengeluarkan mata uangnya sendiri yaitu Oeang Repoeblik Indonesia (ORI).
Setelah diberlakukannya mata uang ORI, mata uang sebelumnya, uang Jepang sudah tidak berlaku lagi. Pada saat tersebut system moneter murni milik Indonsia telah berlaku. Mengingat tahun-tahun pertama uang ORI, peredaran uang Indonesia mengalami pertumbuhan yang lambat. Pemerintah saat itu hanya fokus kepada pertahanan keamanan bangsa, bagaimana mempertahankan kemerdekaan dari agresi militer Belanda.
Setelah kestabilan pertahanan keamanan tercipta, presiden soekarno sebagai presiden pada masa orde lama mulai memperhatikan kondisi perekonomian bangsa, dimulai dengan membangun infrastruktur, menciptakan kestabilan harga, memciptakan kondisi ekonomi yang sehat.
Perekonomian Moneter Periode 1959 - 1965
Perekonomian Indonesia mulai mengalami shock pada tahun 1959, perekonomian mengalami resesi, meningkatnya inflasi melebihi pertumbuhan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi hanya berkisar 2%. Pemerintah mengambil kebijakan pengetatan moneter untuk mengatasi tekanan moneter. Kebijakan ini tertuang pada UU No.2 dan UU No. 3 tahun 1959. Pemerintah mengambil kebijakan menurun jumlah uang beredar dengan melakukan sanering yaitu menurunkan nilai mata uang Rp 500 dan Rp 1000 menjadi Rp 50 dan Rp 100. Pemerintah juga membekukan simpanan giro dan deposito dan melakukan pembatasan pemberian kredit secara kuantitatif dan kualitatif.
TItik puncak shock ekonomi yang terjadi pada periode 1960-an adalah akibat pengeluaran pemerintah membekak tajam. Program-program mercusuar menambah kan pembiayaan-pembiayaan negara. Meningkatnya pengeluaran pemerintah tidak diimbangi dengan kenaikan penerimaan. Defisit anggaran ini dibiayai oleh pinjaman dari Bank Sentral sehingga uang beredar meningkat tajam mencapai 1000% pada akhir 1966.
Kenaikan uang beredar yang tinggi tidak mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Sehingga hal ini mendorong terjadi hiperinflasi yang mencapai 635%. Hiperinflasi menurunkan minat masyarakat untuk menabung. Akhirnya perbankan kesulitan mendapatkan dana untuk bisa dijadikan modal pemberian kredit. Melihat kondisi tersebut, perbankan hanya bisa meminjamkan dana pada bank sentral. Namun kredit dari bank sentral pada dasarnya merupakan penciptaan uang yang mengakibatkan jumlah uang beredar semakin bertambah.
Perekonomian Moneter Periode 1965 – 1969
Hiperinflasi yang terjadi menuntut pemerintah mengambil kebijakan sanering lagi dari Rp 1000 menjadi Rp 1 sehingga pada saat itu terdapat uang rupiah lama dan rupiah baru.
Pemerintah juga menggunakan instrument moneter berupa kebijakan suku bunga tinggi, untuk mendorong hasrat masyarakat untuk menabung melalui perbankan , sekaligus mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan ini berjalan dengan sukses, dimana deposito berjangka meningkat dari Rp 4,5 miliar tahun menjadi Rp 33.,6 tahun 1969.
Pada kebijakan fiskal, pemerintah mengambil kebijakan anggaran belanja berimbang. Tujuan adalah agar keuangan pemerintah tidak lagi di topang dari pinjaman Bank Sentral, tapi dari pembiayaan luar negeri. Sehingga tidak mempengaruhi uang yang beredar.
Dalam meningkatkan devisa, pemerintah melonggarkan pengawasan devisa dengan menurunkan tarif ekspor dan impor dan memberikan izin bank asing untuk beusaha di dalam negeri.
Perekonomian Moneter Periode 1969 – 1972
Kestabilan moneter yang dicapai menjadi dasar pemerintah untuk mendorong iklim investasi. Bidang moneter, pemerintah menyediakan kredit investasi dengan suku bunga rendah, sedangkan untuk meningkatkan devisa negara, pemerintah melakukan system devisa bebas dan ketentuan nilai tukar tetap yaitu Rp 425 per US$.
Periode tersebut, uang beredar lebih berdampak pada kebijakan suku bunga tinggi yang mendorong pengerahan dana masyarakat dan meningkatnya uang kuasi. Kebijakan kontraktif terhadap uang beredar meningkatkan uang kuasi dengan cepat sebesar 785,2% atau rata-rata pertahun 196,3%. Lalu kebijakan kontraktif atas rekening cadangan dan rugi-laba perbankan.
Perekonomian Moneter Periode 1973- 1978
Pada periode ini inflasi terjadi lagi di Indonesia hingga 47,4% tahun 1974. Tapi kali inflasi terjadi karena pengaruh ekspansif sektor luar negeri karena kenaikan harga minyak dan arus modal jangka pendek, serta sektor perkreditan (sebesar 18,7%).
Langkah yang diambil pemerintah untuk lebih meredam uang yang beredar adalah melakukan penetapan aktiva neto dan penetapan suku bunga bank-bank. Paket kebijakan tersebut meningkatkan simpanan dalam bentuk deposito berjangka dan menurunkan pertumbuhan kredit.
Perekonomian Moneter Periode 1979 – 1982
Dalam periode ini uang beredar meningkat rata-rata 28% pertahun dengan tingkat inflasi 14% pertahun. Jumlah uang beredar secara riil menunjukkan peningkatan. Kebijakan pemerintah dalam meredam peningkatan inflasi adalah melakukan devaluasi nilai rupiah.
Perekonomian Moneter Periode 1983 – 1989
Tahun 1983 terjadi resesi dunia yang disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dunia secara tajam. Resesi dunia ini berdampak pada perekonomian Indonesia, walaupun tingkat inflasi tidak terlalu tinggi tetapi menimbulkan ekonomi biaya tinggi, inefisiensi dan distorsi pasar.
Pemerintah akhirnya mengambil tindakan mereformasi aturan institusi-institusi perbankan untuk lebih bertindak indenpenden. Campur tangan pemerintah dikurangi dalam system moneter. Kebijakan pemerintah pada saat itu adalah melakukan deregulasi di bidang perbankan (Deregulasi 1 Juni 1983).
Deregulasi tersebut adalah:
1. Penghapusan pagu kredit perbankan
2. Pemberian kebebasan kepada bank-bank untuk menetapkan sendiri kebijakan perkreditan perbankan, dan kebijakan suku bunga.
3. Penyediaan kredit hanya diperuntukkan bagi program-program yang berprioritas tinggi
Dengan adanya reformasi di system moneter jumlah uang beredar lebih banyak dipengaruhi oleh perilaku bank-bank dalam kebebasan menetapkan suku bunga atau pemberian kredit pada sektor-sektor produktif.
Tahun 1987/1988 pasar uang telah tumbuh subur, jumlah uang beredar meningkat terus baik itu uang M1 maupun M2. Pengetahuan masyarakat akan pasar uang menjadikan pasar uang sebagai salah satu usaha untuk mengeruk keuntungan secara cepat dengan melihat dari perubahan bunga dari instrument perbankan, mereka ini disebut dengan spekulan. Untuk menanggulangi dampak negative dari tindakan spekulan, Bank Indonesia mengambil serangkaian kebijakan moneter yang ketat. Usaha tersebut dilakukan dengan menaikkan suku bunga SBI dan fasilitas diskonto, tingkat rediskonto, dan menurunkan SPBU secara bertahap.
Tahun 1988 dan 1989 pemerintah mengeluarkan paket kebijakan dengan tujuan meningkatkan pengerahan dana masyarakat, ekspor non-migas, efisiensi lembaga keuangan dan perbankan, pengendalian kebijakan moneter dan iklim pengembangan pasar modal mengeluarkan dengan cara
1. Kemudahan Pembukaan Kantor Bank
2. Bank Diperkenankan menyelenggarakan Tabungan
3. Dana BUMN boleh di Bank swasta
4. Giro wajib minimumkan diturunkan
5. Perkembangan pasar modal
6. Pembentukan bursa parallel
Perekonomian Moneter Periode 1990-1996 (sebelum krisis)
Tahun 1990 pemerintah mengeluarkan kebijakan penyempurnaan system perkreditan nasional. Yaitu pemberian kredit perbankan dalam membiayai kebutuhan modal kerja dan investasi dunia usaha. Uang kuasi juga meningkat karena meningkatnya kegiatan bank-bank menghimpun dana masyarakat sebagai dampak diberinya kebebasan perbankan untuk menyelenggarakan tabungan deposito. Periode ini pereokonomian lebih bergairah dibandingkan periode sebelumnya. Banyak bermunculan bank-bank baru dan dunia usaha.
Perekonomian Moneter Periode 1997 – 2000 (saat krisis)
Periode ini bangsa Indonesia mengalami krisis ekonomi lagi dengan tingkat 77,6%. Krisis ini disebut dengan krisis moneter karena permulaannya krisis tersebut berasal dari indokator-indikator ekonomi, seperti merosotnya nilai tukar rupiah, kondisi arus kas perbankan yang menurun dan pinjaman public yang melonjak drastis. Menurunnya keuangan perbankan berdampak pada ketidakpercayaan nasabah terhadap bank. Mereka beramai-ramai mencairkan simpanannya di bank, hal ini memperparah krisis yang terjadi.
Uang beredar meningkat karena masyarakat, dunia usaha dan lembaga keuangan mengganti rupiah dengan valuta asing untuk keperluan membayar utang valas.
Pemerintah mengambil kebijakan dengan memberikan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Salah satu komponen BLBI merupakan pemberian dari Bank Indonesia ke bank-bank untuk dijadikan konversi saldo giro negative, yaitu menutupi kekurangan warkat tagihan suatu bank dari jumlah warkat yang dikliringkan. Komponen yang lain dana talangan untuk membayar kewajiban luar negeri dan likuiditas 16 bank serta fasilitas saldo debet.
Program restrukturisasi perbankan membutuhkan biaya 665 triliun rupiah, sehingga menambah jumlah uang yang beredar.
Perekonomian Moneter Periode Setelah Krisis
Perekonomian moneter yang membaik setelah krismon, perekonomian moneter kembali normal. Jumlah uang beredar setelah krismon hanya berdampak saat terjadi pemilu presiden tahun 2005. Peredaran uang meningkat dikarenakan untuk biaya-biaya kampanye para calon presiden juga biaya untuk pemilihan umum itu sendiri. Pemerintah juga mengeluarkan biaya tambahan pos belanja social dari bencana-bencana yang sering terjadi di Indonesia
Perekonomian indonesia pada tahun 2007 sampai tahun 2009 jika dibandingkan negara-negara lain maka sektor perbankan indonesia terbilang cukup kuat dalam menghadapi krisis ekonomi yang melanda dunia hal ini dikarenakan Indonesia telah belajar banyak dari kesalahannya pada tahun 1997-1998 sehingga pada tahun 2007 perekonomian indonesia tidak terkena dampak terlalu parah akibat dampak dari krisis dari perekonomian internasional yang melanda negara-negara Eropa dan Amerika Serikat tapi tetap di Indonesia ikut terkena imbasnya walaupun tidak terlalu signifikan.

D. Tabel Tingkat Suku Bunga Indonesia Pada Periode 2007-2012

Untuk mengetahui bagaimana perkembangan suku bunga di Indonesia yang di tetapkan oleh kebijakan pemerintah Indonesia. Mari kita lihat tabel dibawah ini untuk jelasnya. Periode tahun yang dipakai pada penelitian saya adalah dari tahun 2007 2012 , dan data di peroleh dari situs resmi Bank Indonesia yaitu www.bi.go.id dengan data yang sudah diolah.


BULAN
TAHUN
2007
TAHUN
2008
TAHUN
2009
TAHUN
2010
TAHUN
2011
TAHUN
2012

BI RATE
BI RATE
BI RATE
BI RATE
BI RATE
BI RATE

JANUARI
9.50%
8.00%
8.75%
6.50%
6.50%
6.00%

FEBUARI
9.25%
8.00%
8.25%
6.50%
6.75%
5.75%

MARET
9.00%
8.00%
7.75%
6.50%
6.75%
5.75%

APRIL
9.00%
8.00%
7.50%
6.50%
6.75%
5.75%

MEI
8.75%
8.25%
7.25%
6.50%
6.75%
5.75%

JUNI
8.50%
8.50%
7.00%
6.50%
6.75%
5.75%

JULI
8.25%
8.75%
6.75%
6.50%
6.75%
5.75%

AGUSTUS
8.25%
9.00%
6.50%
6.50%
6.75%
5.75%

SEPTEMBER
8.25%
9.25%
6.50%
6.50%
6.75%
5.75%

OKTOBER
8.25%
9.50%
6.50%
6.50%
6.50%
5.75%

NOVEMBER
8.25%
9.50%
6.50%
6.50%
6.00%
5.75%

DESEMBER
8.00%
9.25%
6.50%
6.50%
6.00%
5.75%


TAHUNAN
8.00%
9.25%
6.50%
6.50%
6.00%
5.75%


Sumber : www.bi.go.id data yang sudah diolah



   
  Kita bisa melihat pada table diatas bahwa pada awal 2007 tingkat suku bunga di Indonesia cukup tinggi yaitu 9.50% sampai pada akhir tahun 2007 suku bunga lambat laun turun menjadi 8.00% dan bertahan sampai april tahun 2008. Pada bulan mei tingka suku bunga
Indonesia semakin lama semakin meningkat sampai dengan bulan november mungkin ini disebabkan karna perekonomian internasional belum stabil karena banyak krisis yang di alami terutama krisis amerika serikat dan eropa khususnya Negara Yunani. Pada akhir tahun 2008 suku bunga turun 0.25% dan lambat laun suku bunga turun samapai bulan agustus
2009 dan tingkat bunga Indonesia saat itu adalah 6.50% . lalu setelah itu kurang lebih satu setengah tahun tingkat suku bunga Indonesia stag pada tingkat suku bungan 6.50% ini biasa menandakan bahwa perekonomian dari internal maupun eksterenal cukup stabil sehingga
tingkat suku bunga tersebut tertap terjaga. Pada tahun 2011 tingkat suku bunga sempat naik ke posisi tertingginya tahun itu adalah sebesar 6.75% dan mendekati akhir tahun suku bunga pun menurun sampai tingkat suku bunga pada titik 6.00%. Pada akhir tahun 2012 pun tingkat suku bunga menurun hingga akhir tahun mencapai 5.75%. Dalam penalaran pers Bank Indonesia memberitahukan bahwa Bank Indonesia pada tanggal 11 Desember 2012 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 5,75%. Tingkat suku bunga tersebut
dinilai masih konsisten dengan tekanan inflasi yang rendah dan terkendali sesuai dengan sasaran inflasi tahun 2013 dan 2014, sebesar 4,5% ± 1%. Evaluasi terhadap kinerja tahun 2012 dan prospek tahun 2013-2014 secara umum menunjukkan bahwa perekonomian domestik tumbuh tetap baik dengan stabilitas yang terjaga. Ke depan, dengan mencermati risiko perekonomian global, Dewan Gubernur akan memperkuat kebijakan untuk mengelola keseimbangan eksternal ke tingkat yang berkesinambungan dengan tetap memberikan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi domestik. Bank Indonesia meyakini bahwa penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta dukungan koordinasi dengan Pemerintah akan mampu menjaga kestabilan ekonomi makro dan kesinambungan pertumbuhan ekonomi nasional. Stabilitas sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan tetap terjaga dengan baik. Kinerja industri perbankan yang solid tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) yang berada jauh di atas minimum 8% dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hingga akhir Oktober 2012 mencapai 22,8% , sedikit melambat dari 22,9% pada bulan sebelumnya. Perlambatan terutama pada kredit konsumsi yang tumbuh sebesar 18,9% , Kedepan, Bank Indonesia meyakini stabilitas sistem keuangan akan tetap terjaga dengan fungsi intermediasi.


Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesiapada 13 Juni 2013 memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan pada level 6%. Seiring keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan BI ratesebesar 25 basis poin, Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) memutuskan ikut menaikkan tingat bunga penjaminan sebesar 25 bps untuk periode 15 Juni 2013 hingga 14 September 2013. Dengan demikian, tingkat bunga penjaminan untuk denominasi rupiah naik menjadi 5,75%. Keputusan LPS menaikkan tingkat penjaminan simpanan didasarkan pada kenaikan BI rate sebagai respons peningkatan ekspektasi inflasi serta untuk memelihara kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan.

Cadangan devisa Indonesia kembali menguat mencapai posisi USD 107,27 miliar pada April 2013, naik dibandingkan bulan sebelumnya yang hanya tercatat sebesar USD 104,80 miliar. Kenaikan cadangan devisa tersebut dipicu oleh penerbitan surat utang internasional (global bond) milik pemerintah pada bulan April 2013. Total penerbitan surat utang internasional tersebut adalah sebesar USD 3 miliar yang terbagi atas USD 1,5 miliar untuk tenor 10 tahun dengan kupon 3,34%, dan USD 1,5 miliar untuk tenor 30 tahun dengan kupon 4,63%.

Meskipun cadangan devisa kembali menguat pada April 2013, namun posisinya masih lebih rendah dibandingkan pada Agustus 2011. Saat itu cadangan devisa Indonesia mencapai USD 124,6miliar, rekor tertinggi sejak Indonesia merdeka. Namun pada akhir Mei 2013 kembali turun pada posisi USD 105,149 miliar.








E. Jumlah Uang Beredar Tahun 2009-2013
        Secara umum, bank sentral mencatat adanya peningkatan dalam jumlah uang beredar M1 dan M2 menjadi IDR 836,51 triliun dan IDR 3.364,12 triliun pada April 2013. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, M1 dan M2 meningkat masing-masing sebesar 16% dan 15%.

Semakin banyak jumlah uang yang beredar maka nilai tukar Rupiah cenderung akan melemah dan harga-harga akan meningkat. Pertumbuhan jumlah uang beredar yang tinggi sering kali juga menjadi penyebab tingginya inflasi karena meningkatnya jumlah uang beredar akan menaikkan permintaan yang pada akhirnya jika tidak diikuti oleh pertumbuhan di sektor riil akan menyebabkan naiknya harga.

Gambar 4 : Jumlah Uang Beredar, Tahun 2009 – 2013* (dalam IDR Triliun)
Pada April 2013 M1 meningkat 16% dan M2 naik 15% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
http://macroeconomicdashboard.com/images/artikel/2013Q2/gambar_04.jpg
Sumber : Bank Indonesia dan CEIC (2013)





DAFTAR PUSTAKA

Comments

Popular posts from this blog

Pengambil Harga (Price Taker) Dan Penentu Harga (Price Maker)

makalah sektor pertanian daerah pedesaan

Biaya Sosial dan Permasalahannya dalam Pengelolaan SDA